MAKANAN,
BUDAYA DAN CIRI KHAS KEDIRI
Jika
anda singgah di Kota Kediri tidak afdol lagi jika tidak mencicipi makanan khas
Kota Kediri, yaitu getuk pisang dan tahu kuning. Makanan-makanan ini sudah
tidak asing lagi didengar oleh masyarakat sekitar Kediri. Bahkan seluruh
masyarakat Indonesia tahu khas daerah Kediri adalah tahu kuning dan getuk
pisang.
Getuk
pisang tidak seperti getuk pada umumnya yang
biasa terbuat dari singkong, ubi atau sukun, gethuk pisang ini terbuat dari
pisang. Pisang yang digunakan pun dipilih jenis pisang raja nangka. Pisang raja
nangka dipilih karena memiliki citarasa yang khas, berbeda dengan pisang pada
umumnya. Rasa manis-asam yang khas, dan teksturnya yang agak keras membuat
jenis pisang ini tidak lembek ketika dikukus.
Sedangkan Tahu Kuning atau dikenal dengan sebutan Tahu Takwa adalah tahu yang berwarna kuning, yang disebabkan
karena air rendaman tahu diberi kunyit atau pewarna
sintesis. Tahu kuning merupakan makanan khas Kota Kediri,
karena sentra (pusat) pembuatannya banyak dijumpai di Kediri. Tahu kuning
memiliki bentuk kotak persegi empat dan agak pipih. Tahu ini juga memiliki
kepadatan yang lebih baik dibandingkan tahu putih, sehingga
ketika dipotong tahu tidak mudah hancur. Selain itu, tahu kuning memiliki
tekstur kenyal, berpori halus, dan lembut. Dari segi rasanya, tahu kuning
memiliki rasa yang gurih tanpa rasa asam sama sekali. Jika digoreng, bagian
luarnya akan berubah menjadi kering dan renyah, sedangkan bagian dalam tetap
lembut dan kenyal.
Pusat oleh-oleh Khas Kediri banyak
tersebar di Kota Kediri, salah satunya berada di Jl. Yos Sudarso, Kota Kediri, Jawa Timur.
Tetapi sekarang ini banyak toko-toko yang menyediakan oleh oleh khas Kota
Kediri


BUDAYA
KOTA KEDIRI
Kebudayaan Daerah Kota Kediri
Larung Sesaji
Gunung Kelud

Alkisah
kerajaan Bandarangin, rajanya bernama Joko Lodro bergelar Maheso Suro dan
Patihnya, ‘adik sang raja’ bernama Singo Lodro bergelar Jata Suro. Sang Raja
Maheso Suro menyuruh adiknya untuk melamarkannya seorang Ratu yang cantik
jelita dari kerajaan Dahanapura.
Ketika Jata Suro melihat kecantikan Dewi Kilisuci, ia berbalik hati ingin mempersuntingnya sendiri Dewi Kilisuci. Oleh karena itu ia membunuh Mahesa Sura, agar bisa mempersunting Dewi Kilisuci. Setelah berhasil membunuh kakaknya, Jata Suro melamar Dewi Kilisuci, namun Dewi Kilisuci memberi syarat agar dibuatkan sumur di daerah Kelud sampai keluar airnya dan diselesaikan sebelum fajar tiba.
Patih Pujanggeleng bersama Dewi Kilisuci bersiasat, prajurit yang telah siap membawa tombak-tombak kelor disiagakan di dekat sumur, ketika telah dekat sumur Patih memasukan boneka tiruan Dewi Kilisuci ke dalam sumur, tanpa pikir panjang Jata Sura langsung meloncat masuk ke dalam sumur untuk menolongnya sebab ia khawatir akan keselamatan sang Dewi.
Setelah Jata Suro berada di dalam sumur, tombak-tombak kelor beserta batu-batuan dilemparkan ke dalam sumur oleh prajurit Dahanapura sampai penuh, dan akhirnya tamatlah riwayat Jata Sura.
Sebelum ajalnya Jata Suro mengeluarkan sesumbar:
“Yoh wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping yoiku, Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi Latar, Tulungagung Bakal dadi kedhung”
Artinya: “Hai.. orang Kediri besok akan mendapat pembalasan saya yang berkali-kali, yaitu Kediri akan menjadi sungai, Blitar akan jadi halaman (datar/rata), Tulugagung menjadi telaga”
Sedangkan tumpukan-tumpukan batu yang menggunung, kemudian masyarakat Kediri menyebutnya Gunung Kelud.
Ketika Jata Suro melihat kecantikan Dewi Kilisuci, ia berbalik hati ingin mempersuntingnya sendiri Dewi Kilisuci. Oleh karena itu ia membunuh Mahesa Sura, agar bisa mempersunting Dewi Kilisuci. Setelah berhasil membunuh kakaknya, Jata Suro melamar Dewi Kilisuci, namun Dewi Kilisuci memberi syarat agar dibuatkan sumur di daerah Kelud sampai keluar airnya dan diselesaikan sebelum fajar tiba.
Patih Pujanggeleng bersama Dewi Kilisuci bersiasat, prajurit yang telah siap membawa tombak-tombak kelor disiagakan di dekat sumur, ketika telah dekat sumur Patih memasukan boneka tiruan Dewi Kilisuci ke dalam sumur, tanpa pikir panjang Jata Sura langsung meloncat masuk ke dalam sumur untuk menolongnya sebab ia khawatir akan keselamatan sang Dewi.
Setelah Jata Suro berada di dalam sumur, tombak-tombak kelor beserta batu-batuan dilemparkan ke dalam sumur oleh prajurit Dahanapura sampai penuh, dan akhirnya tamatlah riwayat Jata Sura.
Sebelum ajalnya Jata Suro mengeluarkan sesumbar:
“Yoh wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping yoiku, Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi Latar, Tulungagung Bakal dadi kedhung”
Artinya: “Hai.. orang Kediri besok akan mendapat pembalasan saya yang berkali-kali, yaitu Kediri akan menjadi sungai, Blitar akan jadi halaman (datar/rata), Tulugagung menjadi telaga”
Sedangkan tumpukan-tumpukan batu yang menggunung, kemudian masyarakat Kediri menyebutnya Gunung Kelud.
TOLAK
BALAK
Berangkat dari legenda dan sesumbar Jatasura tersebut di atas maka masyarakat sekitar daerah Kelud sengaja membuat tolak balaknya sendiri-sendiri, tujuannya meredakan kemarahan Jata Sura yang setiap saat akan menghancurkan daerah sekitarnya bersama-sama dengan letusan dan lahar gunung kelud. Tiap-tiap desa telah mempunyai prosesi sendiri-sendiri yakni, ada menyiapkan sesaji, ada yang melaksanakan kenduri (selamatan) dan lain-lain, yang dilaksanakan pada setiap bulan sura.
Berangkat dari legenda dan sesumbar Jatasura tersebut di atas maka masyarakat sekitar daerah Kelud sengaja membuat tolak balaknya sendiri-sendiri, tujuannya meredakan kemarahan Jata Sura yang setiap saat akan menghancurkan daerah sekitarnya bersama-sama dengan letusan dan lahar gunung kelud. Tiap-tiap desa telah mempunyai prosesi sendiri-sendiri yakni, ada menyiapkan sesaji, ada yang melaksanakan kenduri (selamatan) dan lain-lain, yang dilaksanakan pada setiap bulan sura.
Adapun
tolak balak yang dilakukan Masyarakat Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar,
Kabupaten Kediri. Desa yang berada di sisi sebelah barat gunung kelud,
menyelenggarakan Upacara Adat Tradisi yang disebut “Larung Sesaji Gunung
Kelud”, yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat sebagai bentuk rasa syukur
atas perlindunganNya dari ancaman Lembu Sura yang diyakini masyarakat setempat.
Kegiatan upacara adat tradisi ini telah dilaksanakan setiap tahun secara turun temurun pada bulan sura kegiatan ini sampai saat tetap berlangsung, dengan peserta yang hadir dari berbagai kalangan masyarakat.
Sebab diyakini oleh masyarakat setempat bahwa Gunung Kelud merupakan tempat pertemuan roh-roh halus se-Jawa-Bali. Hal ini ditandai dengan banyaknya orang-orang Bali dan sekitarnya yang ikut mengadakan sesaji di Gunung Kelud.
Kegiatan upacara adat tradisi ini telah dilaksanakan setiap tahun secara turun temurun pada bulan sura kegiatan ini sampai saat tetap berlangsung, dengan peserta yang hadir dari berbagai kalangan masyarakat.
Sebab diyakini oleh masyarakat setempat bahwa Gunung Kelud merupakan tempat pertemuan roh-roh halus se-Jawa-Bali. Hal ini ditandai dengan banyaknya orang-orang Bali dan sekitarnya yang ikut mengadakan sesaji di Gunung Kelud.
CIRI
KHAS KOTA KEDIRI
Salah
satu ciri khas Kota Kediri adalah orang-orang Kediri jika berbicara tidak
berpisah dengan kata-kata ”pehhh”
contohnya : “pehh kowo kok ayu tenan” dalam
bahasa indonesia berarti (kamu cantik sekali). Dan satu lagi ciri khas Kota
Kediri jika berbicara menggunakan kata “guedi,uabot,uayu’’
maksud kata tersebut menunjukan makna “sangat”. Seperti guedi eram= besar
sekali, uabot eram = berat sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar